Senin, 30 September 2013

Banjir Nabi Nuh di Dalam Perjanjian Lama

Fasal 6, 7 dan 8 daripada Kitab Kejadian dipergunakan
untuk meriwayatkan banjir untuk lebih tepat, saya
katakan bahwa ada dua riwayat yang tidak ditulis satu
di samping lainnya, akan tetapi terpisah dengan
kalimat-kalimat yang memberi kesan seperti adanya
kesinambungan antara berbagai-bagai dongeng. Akan
tetapi sesungguhnya dalam tiga fasal tersebut terdapat
kontradiksi yang menyolok. Kontradiksi tersebut dapat
diterangkan dengan adanya dua sumber yang berlainan,
yaitu sumber Yahwist dan sumber Sakerdotal.

Kita telah melihat sebelum ini bahwa dua sumber
tersebut membentuk suatu campuran yang pincang. Tiap
teks asli dipotong-potong dalam paragraf-paragraf dan
kalimat-kalimat, dengan unsur daripada satu sumber
berseling dengan unsur-unsur dari sumber yang lain,
sehingga dalam teks Perancis, orang melompat dari satu
sumber ke sumber yang lain tujuh belas kali, sepanjang
hanya seratus baris.

Secara keseluruhan, hikayat banjir adalah sebagai
berikut:

Karena maksiat manusia sudah sangat umum, Tuhan
memutuskan untuk memusnahkan manusia dan
makhluk-makhluk hidup lainnya, Tuhan memberi tahu Nabi
Nuh dan memerintahnya untuk membikin perahu, serta
membawa muatan yang terdiri dari isterinya, tiga orang
anaknya dengan isteri-isteri mereka, serta beberapa
makhluk hidup lain. Mengenai makhluk-makhluk hidup ini,
dua sumber berbeda. Satu riwayat yang berasal dari
sumber Sakerdotal mengatakan Nuh membawa satu pasang
dari tiap jenis. Kemudian dalam kata-kata berikutnya
(berasal dan sumber Yahwist) dikatakan bahwa Tuhan
memerintahkan mengambil 7 dari tiap-tiap jenis jantan
dan betina dari jenis yang suci, dan hanya satu pasang
dari jenis yang tidak suci.

Akan tetapi lebih lanjut lagi, dikatakan bahwa Nuh
hanya membawa dalam perahu itu satu pasang daripada
tiap jenis. Ahli-ahli Perjanjian Lama seperti R.P. de
Vaux mengatakan bahwa teks semacam itu merupakan teks
Yahwist yang sudah dirubah.

Satu paragraf (dari sumber Yahwist) mengatakan bahwa
sebab banjir adalah air hujan, sedang paragraf lain
(dari sumber Sakerdotal) mengatakan bahwa sebab banjir
adalah dua yaitu air hujan dan sumber-sumber dari
tanah.

Seluruh bumi telah tenggelam sampai diatas puncak
gunung. Segala kehidupan musnah. Setelah satu tahun,
Nabi Nuh keluar dari perahunya yang telah berada diatas
puncak gunung Ararat setelah air bah menurun.

Di sini kita harus menambahkan bahwa lamanya banjir itu
berbeda menurut sumbernya. Sumber Yahwist mengatakan 40
hari sedang sumber Sakerdotal mengatakan 50 hari.

Sumber Yahwist tidak memastikan pada umur berapa banjir
itu dialami oleh Nabi Nuh, tetapi sumber Sakerdotal
mengatakan bahwa banjir itu terjadi waktu Nabi Nuh
berumur 600 tahun.

Sumber Sakerdotal juga memberi penjelasan tentang tahun
terjadinya banjir yaitu dengan tabel silsilahnya, baik
dari segi Nabi Adam maupun dari segi Nabi Ibrahim. Oleh
karena menurut perhitungan yang dilakukan atas dasar
Kitab Kejadian, Nabi Nuh dilahirkan 1056 tahun sesudah
Nabi Adam (silahkan lihat tabel nenek moyang dari
Ibrahim) maka banjir telah terjadi 1656 tahun sesudah
lahirnya Nabi Adam. Akan tetapi dilihat dari segi Nabi
Ibrahim, Kitab Kejadian menempatkan terjadinya banjir
pada 292 tahun sebelum lahirnya Nabi Ibrahim tersebut.

Menurut Kitab Kejadian, banjir mengenai seluruh jenis
manusia dengan seluruh makhluk hidup yang diciptakan
oleh Tuhan telah mati di atas bumi. Kemanusiaan telah
dibangun kembali, dimulai dengan tiga orang putra Nuh
dan isteri-isteri mereka, sedemikian rupa bahwa tiga
abad kemudian lahirlah Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim
mendapatkan jenis manusia sudah pulih kembali dalam
kelompok-kelompok bangsa. Bagaimana dalam waktu yang
singkat, jenis manusia dapat pulih kembali? Soal ini
telah menghilangkan kepercayaan kepada riwayat banjir
tersebut.

Di samping itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan
ketidakserasian riwayat tersebut dengan ilmu
pengetahuan modern. Sekarang ini ahli sejarah
menempatkan Nabi Ibrahim pada tahun 1800-1850 SM. Jika
banjir telah terjadi 3 abad sebelum Nabi Ibrahim
seperti yang diterangkan oleh Kitab Kejadian dalam
silsilah keturunan para Nabi, ini berarti bahwa banjir
telah terjadi pada abad XXI atau XXII SM. Pada waktu
itu, menurut ilmu sejarah modern, di beberapa tempat di
dunia ini sudah bermunculan bermacam-inacam peradaban
yang bekas-bekasnya telah sampai kepada kita. Waktu
itu, bagi Mesir merupakan periode sebelum Kerajaan
Pertengahan (tahun 2100 SM), kira-kira zaman peralihan
pertama sebelum dinasti ke sebelas. Waktu itu, adalah
periode dinasti ketiga di kota Ur atau Babylon. Kita
tahu dengan pasti bahwa tak ada keterputusan dalam
kebudayaan, jadi tak ada pemusnahan jenis manusia
seperti dikehendaki oleh Bibel.

Oleh karena itu maka kita tak dapat memandang tiga
riwayat Bibel sebagai menggambarkan kejadian-kejadian
yang sesuai dengan kebenaran. Jika kita ingin bersikap
obyektif kita harus mengakui bahwa teks-teks yang kita
hadapi tidak merupakan pernyataan kebenaran. Mungkinkah
Tuhan memberikan sebagai wahyu kecuali hal-hal yang
benar? Kita tak dapat menggambarkan Tuhan yang memberi
pelajaran kepada manusia dengan perantaraan khayal dan
khayal yang kontradiksi. Dengan begitu maka kita
terpaksa membentuk hipotesa bahwa Bibel adalah tradisi
yang secara lisan diwariskan dari suatu generasi kepada
generasi yang lain, atau hipotesa bahwa Bibel adalah
suatu teks dari tradisi-tradisi yang sudah tetap. Jika
seseorang mengatakan bahwa suatu karya seperti Kitab
Kejadian telah dirubah-rubah sedikitnya dua kali selama
tiga abad, maka tidak mengherankan jika kita
mendapatkan didalamnya kekeliruan-kekeliruan atau
riwayat yang tidak sesuai dengan hal-hal yang telah
diungkapkan oleh kemajuan pengetahuan manusia, yaitu
kemajuan yang jika tidak memberi ilmu tentang segala
sesuatu, sedikitnya kemajuan yang memungkinkan
seseorang mendapat pengetahuan yang cukup untuk menilai
keserasian dengan riwayat-riwayat kuno. Tidak ada yang
lebih logis daripada berpegangan bahwa interpretasi
kesalahan teks-teks Bibel itu hanya menyangkut manusia.

Sangat disayangkan, bahwa interpretasi semacam ini
tidak diakui oleh kebanyakan ahli tafsir Bibel, baik
orang Yahudi maupun orang Kristen. Tetapi walaupun
begitu argumentasi mereka perlu kita perhatikan.



--------------------------------------------------------------------------------
BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille

Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar